Selasa, 19 Maret 2013

Jejak Srikandi dari Salemba



Add caption
ist.
beritabatavia.com - Tampil sederhana tak membuat kecantikannya pudar, bahkan sederet dengan para wanita selebriti.

Dalam kosmologi Jawa, kecantikan seorang wanita dilukiskan dengan menggunakan seloka (ungkapan) yang unik, moto ndamar kanginan (mata seperti dian/lampu minyak yang tertiup angin ) untuk mata yang berbinar, alis nanggal sepisan (alis yang ramping seperti siluet rembulan tanggal satu), irung mbongkok semendhe (hidung yang mancung, seperti pelepah daun kelapa yang disandarkan) hingga lakune koyo macan luwe ( untuk langkah yang gemulai seperti macan lapar) serta lambene koyo kepundung pecah (untuk bibir yang merah  seperti buah menteng yang merah merekah).

Seloka itu untuk menggambarkan kecantikan wanita yang sempurna secara fisik. Tetapi inti kecantikan dalam kosmologi Jawa adalah lelampahing urip (sikap dan perilaku dalam menjalani hidup oleh pribadi itu sendiri) atau dalam bahasa populernya dikenal dengan inner beauty  (kecantikan dari dalam).

Mungkin agak berlebihan jika  menggambarkan sosok yang satu ini memiliki karakteristik fisik sesuai dengan seloka Jawa itu. Tetapi Mojang Priangan yang berparas ayu ini memiliki beban amanah yang cukup berat dalam menjalankan tugas sekaligus meniti lelampahing urip sebagai bagian dari proses aktualiasi diri sekaligus bekal di akhir kehidupan nanti.

Maklum ditangannyalah efektifitas program Kementrian Sosial (Kemensos) dipertaruhkan. Sebagai Kepala Pusat Penerangan Sosial (Kapuspensos) Kemensos, yang bermarkas di kawasan Salemba, Jakarta Pusat,  Dra Tati Nugrahati Sukaptinah M.Si harus melakukan pra kondisi hingga asistensi terhadap setiap bantuan-bantuan sosial  termasuk program-program  dari Kemensos. Sehingga program-program bantuan itu menjadi efektif dan tepat sasaran terhadap masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Secara topografi, Indonesia adalah negara langganan bencana karena letaknya yang berada di titik epicentrum (pusat gempa). Apalagi topografinya adalah daerah yang memiliki puluhan gunung berapi aktif serta dikelilingi oleh  lautan (samudera), karakteristik seperti itu mengakibatkan sering munculnya bencana mulai dari banjir, longsor hingga gelombang pasang (tsunami).

Selain daerah yang memiliki banyak gunung berapi, di Indonesia juga terbentang ribuan pulau, sehingga menjadi problema tersendiri. Karena kondisi seperti itulah Kemensos memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis (national guard). Dalam konteks penanganan bencana, fungsi Puspensos lebih sebagai penanganan pasca bencana, seperti memberikan bimbingan konseling terhadap para korban. Karena seringkali setiap bencana meninggalkan trauma bagi para korban yang memerlukan penanganan secara psikologis tersendiri. 

Selain karena kondisi topografi yang menjadi daerah langganan bencana, secara demografi (kependudukan) Indonesia juga memiliki karakter yang unik bila tidak disebut sangat ironis dan paradoks. Dengan populasi mencapai 240 juta jiwa, Indonesia memiliki problema sosial yang sangat besar. Meski terbilang sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi terbesar  di dunia 6,5 persen   pertahun serta memiliki income perkapita hingga US $ 3000 pertahun.

Faktanya, jurang kesenjangan sosial masih menganga lebar, kemiskinan terjadi di mana-mana. Tugas berat itu salah satunya menjadi beban Kemensos yang sering ditunjuk sebagai leading sektor. Maka dibuatlah program-program yang pro sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan), Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), hingga Program Bedah Kampung serta beberapa program lainnya.

Beragamnya latar belakang masyarakat, mulai dari tingkat pendidikan, wawasan serta budaya masyarakat  setempat ternyata menjadi problema tersendiri bagi pemerintah dalam memberikan bantuan. Tugas memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat itulah yang menjadi Tupoksi dari Pupensos, sehingga bantuan pemerintah itu bisa efektif dan tepat sasaran.

Idealnya  bantuan pemerintah itu tidak hanya membangun sarana- dan prasarana (infrastruktur) tetapi yang tak kalah penting adalah menyelamatkan  pranata-pranata sosial dari masyarakat setempat sehingga kearifan lokal  senantiasa terjaga. Seperti misalnya menyelamatkan budaya gotong royong yang merupakan budaya adi luhung masyarakat Indonesia yang kini justru muali ditinggalkan.

Menurut Tati (demikian para kolega memanggilnya) problema yang tak kalah krusial  dalam memberikan penyuluhan adalah menciptakan sinergi dengan Departemen lain sehingga program itu bisa sinergis serta berkelanjutan. Meski Kemensos sering ditunjuk sebagai leading sektor tak jarang problem itu menjadi persoalan tersendiri. Maka menurutnya perlu adanya regulasi yang memudahkan koordinasi antar departemen itu.

Eloknya meski fungsi dan peran Puspensos begitu berat dan strategis, mantan Kabag Publikasi dan Pemberitaan Humas Kemensos itu bisa memenej waktu dengan baik untuk urusan keluarganya. Padahal suami dari wanita ayu kelahiran 11 Februari 1964 ini adalah seorang Sekjen di Kementerian Koperasi yang notabene memiliki jadwal kerja yang tak kalah padat.

Ibu  dari dua orang anak ini mengungkapkan, problem yang paling mendasar dalam hubungan suami istri itu adalah adaanya komunikasi dan saling pengertian sehingga riak-riak dalam rumah tangga itu bisa diminimalisir. Setidaknya,  dia bisa membuktikan bahwa rumah tangganya masih tetap harmonis, meski masing-masing memiliki tugas dan pekerjaan yang tidak ringan. Sukses ya ibu Tati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar